Tegal,iNews.id - Kesenian dan kebudayaan yang kental akan unsur mistis di Tegal masih digemari oleh masyarakat ditengah Covid-19. Kesenian Janturan atau Kuda Lumping masih kuat bertahan menjadi favorit warga kaki Gunung Slamet.
Kesenian janturan atau lebih dikenal kuda lumping sangat berkaitan erat dengan hal-hal yang berbau supranatural. Atraksi janturan bahkan selalu ditunggu penonton saat para penari mulai kerasukan
Seperti yang dilakukan sekelompok penari janturan asal Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit sapi dengan dihiasi rambut tiruan yang digelung atau dikepang.
Untuk membuat para penari kerasukan, sejumlah pawang menyiapkan sesaji dan sejumlah makanan. Kesenian janturan menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan dan kekuatan magis.
Seperti atraksi memakan umbi-umbian mentah, batang tebu hingga kekebalan tubuh terhadap deraan cambuk. Saat mulai kesurupan, para penari tiba-tiba jatuh dan kaku saat didirikan tubuhnya. Semakin cepat tempo gamelan, para penari semakin lincah melakukan atraksi.
Atraksi janturan menjadi hiburan bagi warga di kaki Gunung Slamet. Sejak pandemi Covid-19, nyaris tidak ada pertunjukan seni. Kelompok kesenian janturan hanya mengandalkan saweran dari penonton setiap pementasan.
Seperti pementasan di Wisata Lembah Rembulan, Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal.
“Agar tidak punah, sejumlah remaja dilatih agar bisa menjadi penari janturan. Perlu waktu dua bulan untuk melatih para penari,” kata pawang Janturan, Sudarsono, Sabtu (12/3/2022).
Meski di tengah pandemi, kelompok seni janturan mengaku masih bisa bertahan. Mereka hanya bisa melakukan pementasan bekerja sama sejumlah objek wisata yang ramai pengunjung. Saat ini, kesenian janturan sangat sepi tanggapan. Sebelum pandemi, sekali pementasan mereka dibayar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta
Editor : Muhammad Andi Setiawan