Kisah dari dari Istri Nabi Ibrahim yaitu Siti Sarah yang hendak dilecehkan oleh seorang raja Mesir karena kecantikan dan keanggunannya.
Raja Tutis penguasa Mesir saat itu sampai tergila-gila dengan Siti Sarah bahkan sampai hendak meraba-raba tubuhnya. Namun Allah Swt masih melindungi Siti Sarah dari kebejatan raja Mesir tersebut.
Kisah ini dimulai pascapembakaran Nabi Ibrahim oleh Raja Namrudz yang gagal. Ketika itu, Nabi Ibrahim AS meninggalkan daerah kelahirannya bersama beberapa orang, termasuk Siti Sarah dan anak saudaranya, yaitu Nabi Luth AS. Rombongan kecil ini menuju tanah Hauran. Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk menikahi Sarah. Atas perintah tersebut, Ibrahim pun menikah dengan Sarah. Nabi Ibrahim AS kemudian berniaga sehingga dia memiliki banyak harta. Dia membawa Sarah ke wilayah Mesir.
Nabi Ibrahim AS kemudian berniaga sehingga dia memiliki banyak harta. Dia membawa Sarah ke wilayah Mesir.
Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” mengutip As-Sadi menceritakan, Sarah adalah wanita jelita dengan postur tubuh ideal.
Pada zamannya tidak ditemukan orang yang secantik dia. Ketika Ibrahim membawa Sarah memasuki Mesir, sejumlah orang mengingatkan, “Hai Ibrahim, di Mesir ada seorang raja yang kejam. Ia sangat menyukai wanita. Salah satu kebiasaannya adalah apabila dia mendengar ada wanita cantik, maka dia akan menikahinya dengan paksa.”
Raja tersebut bernama Raja Tutis. Salah satu kebiasaan raja-raja terdahulunya adalah suka menetap di suatu kota yang bernama Manuf. Raja tersebut memiliki pengawal yang berjaga di jalan-jalan untuk mengambil perbekalan para musafir.
Pada waktu itu, Nabi Ibrahim menempatkan istrinya, Sarah, dalam sebuah peti, dengan maksud untuk menyembunyikannya dari sang raja. Ketika Ibrahim berada di hadapan para penjaga, mereka bermaksud membuka petinya untuk melihat isinya. Ibrahim tidak mampu mencegah peti itu pun dibuka.
Begitu menemukan Sarah di dalam peti maka mereka dibawa menghadap raja. Raja itu bertanya, “Siapakah wanita ini, hai Ibrahim?”
Ibrahim menjawab, “Dia adalah saudara perempuanku.” Maksud Ibrahim adalah saudaranya seagama.
Raja berkata, “Nikahkanlah dia denganku!” Ibrahim menjawab, “Dia telah berkeluarga.” Mendengar jawaban itu, Sarah diambil raja secara paksa.
Seorang perawi mengatakan, pada saat itu, Allah menghilangkan hijab dari mata Ibrahim sehingga Sarah tidak pernah luput dari penglihatannya agar hati Ibrahim akan tetap tenang ketika Sarah kembali kepadanya.
Setelah raja mendekati Sarah dan hendak meraba dengan tangannya, tangan itu jadi kaku. Raja pun bertobat sehingga tangannya bisa digerakkan kembali. Kedua kalinya dia mengulangi tindakan serupa, dan pada saat itu yang kaku adalah tangan dan kakinya.
Kejadian tersebut terus berulang. Menurut sebuah riwayat, raja itu mengulangi kelakuan dan tobatnya hingga tujuh kali sampai dia bertobat yang sebenarnya. Semua itu terlihat oleh Ibrahim.
Allah telah menyingkap hijab dari matanya. Setelah bertobat, raja itu memanggil Ibrahim, menjamunya, memuliakannya, menyerahkan kembali istrinya serta memberinya hadiah berupa seorang hamba sahaya yang bernama Hajar yang di kemudian hari dinikahinya
Keluar dari Mesir
Setelah itu Nabi Ibrahim keluar dari Mesir menuju Syam. Beliau menetap bersama sebuah kaum yang menempati lembah Wadi Sab’i (Lembah Tujuh). Allah melapangkan rezeki Nabi Ibrahim AS. Dia mempunyai banyak harta dan hewan ternak. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa dia memiliki 12.000 kawanan kambing.
Dalam setiap kawanan itu ada satu anjing menjaganya. Anjing itu dipakaikan busana dari sutera yang berwarna. Kalung di lehernya berupa rantai dari emas. Ibrahim sangat kaya. Dia tidak pernah makan kecuali bersama tamu. Apabila waktu sore tiba dan di rumahnya tidak ada tamu, dia berjalan beberapa mil untuk menemukan orang yang akan menemani makan. Dia seperti yang tergambarkan dalam sebuah syair:
Malam tidak akan menyenangkan apabila di waktu itu tidak ada tamu yang mau tinggal. Dan pagi tidak akan menggembirakan apabila pada saat itu tamu yang ada padaku pergi.
Editor : Muhammad Andi Setiawan