Dalam kehidupan beragama, manusia tidak bisa dilepaskan dari hubunganya dengan Allah SWT ( hablun min Allah) sebagai tuhanya, begitu juga dalam hal bermasyarakat manusia tidak bisa dilepaskan dari interaksi antar satu orang ke orang lain (hablun min an-Nâs), karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainya.
Islam mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada siapa saja, baik manusia maupun hewan. Tidak hanya ritual ibadah ( ritual-vertikal) saja yang di perhatikan tapi juga hubungan antar sesama ciptaan Allah ( sosial horizontal) juga harus di tingkatkan kualitasnya, karena dalam islam tidak hanya membicarakan teologi keimanan dan peribadatan saja tapi bagaimana mewujudkan dari nilai-nilai agama tersebut kedalam kesolehan sosial hubungan dan karakter yang baiknya dalam bermasyarakat, karena kesalehan individu ini akan mempunyai nilai yang baik dibuktikan dengan kebaikan dalam kesalehan sosial, dan itulah makna yang sesungguhnya tentang devinisi sholeh.
Atau dengan kata lain makna dari sholeh adalah melaksanakan hak-hak dan kewajiban nya kepada Allah ( huququllah) dan juga melaksanakan hak-hak kewajibanya yang berhubungan dengan manusia ( huququnnâs), keduanya harus berjalan beriringan, belum bisa dikatakan sholeh kalau hanya baru melaksanakan sholeh ritual saja tapi dalam hubungan sosial belum bisa melaksanakan hak-hak dan kewajibanya.
Kalau kita cermati dalam al-Qur’an banyak ayat yang memperintahkan kesalehan itu harus sama-sama ( berjama’ah) tidak individu, artinya berbuat baik dan mengajak dengan uswatun hasanah, perilaku yang baik ini akan mempengaruhi seseorang yang pada akhirnya akan berdampak kesalehan pula bagi orang lain.
Dalam al-Qur’an banyak membicarakan tentang keimanan akan tetapi selalu dikaitkan dengan amal-amal shaleh yang tidak bisa dipisahkan, seperti surat al-kahfi ayat 88 yang berbunyi:
وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
Artinya:
Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami".
Adanya Perintah sholih individu dan sholih sosial ini disebutkan dalam salahsatu hadist yang diriwayatkan oleh abi Hurairah r.a. yaitu:
من كان يؤمن بالله واليوم الأخير فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخير فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخير فليقل خيرا أوليصمت (رواه البخاري)
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia tidak menyakiti hati tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memulyakan tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya menghormati tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik kalau tidak bisa, hendaklah diam” ( HR. Bukhari).
Dari hadits diatas menunjukkan bahwa keimanan itu harus ada timbalbaliknya dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Maka sekalilagi hakikat atau makna dari sholeh adalah harus mampu mengimplementasikan atau mengejawentahkan antara sholeh individu ( ritual-vertikal) dan sholes sosial ( sosial horizontal) .
Maka sekali lagi dapat dikatakan bahwa perwujudan dari sholeh sosial adalah hasil dari sholeh individu ( hablumminallah) hubungan ibadah manusia kepada tuhanya. Adapun tanda atau indikator dari tumbuhnya sholeh sosial yaitu semakin berkurangnya kemungkaran dan kedholiman atas nama manusia dan ciptaan tuhan lainya.
Oleh : Gunawan Laksono Aji, M.A.
Dosen IAIN Salatiga dan Pengajar di PPTI Al Falah Salatiga.
Editor : Muhammad Andi Setiawan