SALATIGA,iNewsSalatiga.id - Banyak yang bertanya bagaimana jika seorang muslim mendapat hadiah Natal dari orang lain. Mungkin banyak orang muslim yang masih ragu bagaimana hukumnya akhirnya bimbang menerima hadiah itu.
Berikut ini penjelasan lengkapnya beserta dalil-dalil yang menyertainya.
Memberi dan menerima hadiah dari orang kafir hukum asalnya boleh seperti yang dikatakan oleh Ustadz Ahmad Anshori Lc dikutip dari dari Muslim.or.id.
Dalam riwayat sejarah, Nabi Muhammad SAW juga pernah menerima hadiah dari orang lain, bahkan juga memberi hadiah. seperti riawayat kisah sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
ما سُئِلَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ علَى الإسْلَامِ شيئًا إلَّا أَعْطَاهُ، قالَ: فَجَاءَهُ رَجُلٌ فأعْطَاهُ غَنَمًا بيْنَ جَبَلَيْنِ، فَرَجَعَ إلى قَوْمِهِ، فَقالَ: يا قَوْمِ أَسْلِمُوا، فإنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءً لا يَخْشَى الفَاقَةَ.
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah diminta apa saja yang beliau miliki melainkan beliau akan berikan."
Anas melanjutkan cerita, "Pernah seorang datang meminta kepada beliau, lalu beliau berikan seluruh kambing beliau yang berada di antara dua gunung. Saat orang itu kembali ke kaumnya, dia berseru, 'Hai rakyatku, ayo masuk Islam. Karena sesungguhnya Muhammad telah memberi pemberian yang beliau tidak takut miskin'." (HR Muslim nomor 2312).
Selanjutnya ada juga sebua riwayat yang mengkisahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dari orang kafir adalah riwayat dari Abu Humaid radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan:
أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
"Raja Negeri Ailah menghadiahkan seekor keledai putih kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberi beliau pakaian burdah (pakaian yang berfungsi juga sebagai selimut) dan beliau menulis surat untuknya di negeri mereka." (HR Bukhari nomor 1387)
Dalam satu riwayat juga diceritakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menerima hadiah daging kambing yang dicampuri racun dari seorang wanita beragama Yahudi.
Lalu bagaimana jika menerima hadiah bertepatan dengan momen hari raya non-Muslim?
Jawabannya adalah boleh diterima oleh orang muslim. Asalkan jangan memakan hadiah yang berupa daging sembelihan. Sebab bisa dipastikan mereka menyembelih hewan itu bukan atas nama Allah, tetapi atas nama sesembahan mereka.
Alasannya adalah:
Pertama, menerima hadiah dari orang kafir, meskipun hadiah itu atas nama hari raya meraka, adalah bagian dari berbuat baik (al-Birru) kepada mereka, yang disinggung di dalam firman Allah Ta’ala,
لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Menerima hadiah dari mereka, tentu adalah tindakan muamalah yang baik kepada mereka. Bisa membuka hati mereka menerima Islam.
Kedua, disebut di dalam sebuah riwayat bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah menerima hadiah orang Majusi bertepatan dengan hari Nairuz (hari raya mereka). (Riwayat ini dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah)
Ketiga, riwayat Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau pernah ditanya oleh seorang wanita,
إن لنا أظآرا [جمع ظئر ، وهي المرضع] من المجوس ، وإنه يكون لهم العيد فيهدون لنا
“Kami memiliki beberapa wanita yang menyusui anak-anak kami, mereka beragama Majusi. Sebentar lagi mereka merayakan hari raya, dan akan memberi hadiah kepada kami.”
Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab,
أما ما ذبح لذلك اليوم فلا تأكلوا ، ولكن كلوا من أشجارهم
“Hadiah berupa daging sembelihan, jangan dimakan. Makanlah hadiah yang menempel di pohon (simbol hari raya) mereka.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah).
Fatwa para sahabat dan para ulama membolehkan menerima hadiah dari orang non-muslim saat hari raya mereka, alasannya karena memang tidak ada unsur mendukung atau ikut perayaan hari raya mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah setelah menukil sejumlah riwayat di atas menerangkan,
فهذا كله يدل على أنه لا تأثير للعيد في المنع من قبول هديتهم ، بل حكمها في العيد وغيره سواء ؛ لأنه ليس في ذلك إعانة لهم على شعائر كفرهم
“Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa hari raya orang kafir tidak menjadi pengaruh larangan menerima hadiah dari mereka. Hukum menerima hadiah saat hari raya mereka atau hari biasa, sama bolehnya. Karena menerima hadiah tidak ada unsur menolong kemungkaran atau syiar mereka.” (Iqtidho’ As-Sirot Al-Mustaqim, hal. 544-545)
Berbeda dengan hukum memberi hadiah kepada orang kafir di saat momen hari raya mereka, ini yang dihukumi haram. Sebab hal tersebut mengandung unsur dukungan kepada kekufuran atau kesyirikan yang mereka lakukan.
Terlebih lagi bila hadiah itu dapat membantu mereka merayakan hari raya mereka, maka lebih diharamkan lagi. Wallahul muwaffiq.
Editor : Muhammad Andi Setiawan