get app
inews
Aa Text
Read Next : Usai Kunjungan Kerja di Boyolali, Ganjar Nyantai Lesehan Nikmati Musik Pengamen di Warung

Pengamen Bertato dan Stigma Masyarakat

Jum'at, 18 November 2022 | 08:57 WIB
header img
Silvia Wati, Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Salatiga, (Foto : Ist)

INDONESIA merupakan bangsa heterogen yang memiliki beragam suku, agama atau kepercayaan, ras, hingga memiliki perbedaan dalam berpikir dan cara pandang. Tidak hanya itu, perbedaan kelas ekonomi dan sosial terlihat dalam kehidupan bermasyarakat.

Di kota besar misalnya, banyak ditemui pengemis, pengamen, pedagang keliling, dan bermacam pekerjaan lainnya. Mereka melakukan pekerjaan yang sekiranya halal untuk memenuhi kebutuhan harian mereka. Sangat miris memang, negara sebesar Indonesia ini masih banyak pengangguran dimana-mana, baik pengangguran setelah menyelesaikan pendidikan maupun pengangguran karena tidak berpendidikan.

Salah satu pekerjaan di jalan yang menarik banyak perhatian adalah pengamen. Belakangan ini pengamen dikenal dengan seniman jalanan. Seperti yang diketahui, musik dan nyanyian termasuk dalam seni. Dalam hal ini, seniman jalanan merupakan individu maupun kelompok yang melakukan pertunjukkan seni berupa alat musik maupun bernyanyi yang dilakukan di jalanan.

Ada pengamen yang hanya mengandalkan alat musik, namun ada juga yang mengandalkan alat musik beserta suara emasnya. Kebanyakan pengamen yang terlihat di jalanan adalah pengamen laki-laki dengan tato di beberapa anggota badannya, bahkan ada yang hampir memenuhi seluruh tubuhnya.

Hal ini memunculkan stigma negatif yang menganggap pengamen bertato mirip seperti preman. Karena stigma negatif yang begitu melekat pada mereka, tak jarang kegiatan seni suara mereka masih dipandang sebelah mata.

Pengamen merupakan sekelompok orang maupun individu yang melakukan pertunjukkan di tempat umum dengan bernyanyi maupun hanya memainkan alat musik saja. Salah satu alasan pengamen menarik perhatian orang dijalan adalah karena suara mereka yang kebanyakan lantang, tidak hanya itu mungkin tato ditubuh mereka juga terlihat mencolok bagi para pengendara.

Mengacu pada konsep eksistensi manusia, maka tindakan ngamen yang dilakukan oleh pengamen cenderung merupakan tindakan mengekspresikan diri. Jika dalam pemahaman umum kita temukan bahwa profesionalisme dipandang sebagai tingkat keahlian tertentu dari seseorang dalam mengerjakan sesuatu, maka lain halnya dengan definisi pengamen yang merupakan alternatif pekerjaan.

Bagi beberapa pengamen, mengamen adalah mencari uang, bukan untuk tujuan yang lain. Alat yang digunakan mulai dari ecek-ecekan, gitar, bahkan angklung. Mereka jarang menggunakan alat musik yang lengkap instrumennya.

Bagi sebagian orang, pengamen bertato mungkin terlihat menakutkan. Apalagi jika tato itu memenuhi wajah. Hal ini pun yang mendasari orang-orang enggan memberi uang kepada pengamen bertato maupun bertindik. Namun, ada juga yang merasa terintimidasi dengan tato dan tindik pengamen, sehingga mereka memberi uang.

Layaknya preman, pengamen bertato pun memiliki stigma negatif yang membuat mereka sulit menyalurkan bakat seni musik mereka. Padahal pengamen bertato tidak memaksa atau mengancam mereka untuk memberi uang, jangan sampai pengamen tersebut beralih menjadi kriminal setelah banyak orang yang tidak mengapresiasi mereka.

Kita tidak boleh sembarangan menilai pengamen hanya dari tampilan fisik mereka yang terlihat garang, karena kita pun tidak tahu pekerjaan apa saja yang mereka jalani sebelum memutuskan menjadi pengamen.

Kita tidak tahu kesulitan apa saja yang mereka alami saat itu, tidak tahu apakah tato dan tindik itu mereka buat sebelum menjadi pengamen atau setelahnya. Bisa saja mereka mencari uang karena berniat ingin menghapus tato-tatonya, ataupun karena mereka tulang punggung keluarga satu-satunya.

Curiga kepada pengamen tentang akan dibuat apa uang hasil mengamen, merupakan pemikiran yang tidak perlu. Dengan memberi uang kepada mereka, setidaknya dapat membuat mereka merasa dihargai dengan karyanya itu. Karena banyak orang yang semakin susah setiap tahun untuk mencari uang, ditandai dengan banyaknya penipu, perampok dan perbuatan kriminal lainnya.

Orang-orang seperti pengamen, mereka punya karya dan bakat yang dapat menghasilkan uang. Setidaknya dengan memberi mereka uang, mereka bisa teguh kalau rezeki tidak akan kemana. Setidaknya dengan menghargai mereka, bisa menghalangi para pengamen berbuat kriminal jika merasa tidak dihargai.

Oleh : Silvia Wati

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Salatiga

Editor : Muhammad Andi Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut