ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ
yaaa ayyuhallaziina aamanuttaqulloha waltangzhur nafsum maa qoddamat lighod, wattaqulloh, innalloha khobiirum bimaa ta'maluun
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 18)
Segala Puja dan puji syukur hanyalah milik Allah Swt, Dialah Allah yang merajai langit dan bumi juga seluruh alam, semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan rahmat dan pertunjuk-Nya kepada kita, sehingga kita menjadi hamba yang senantiasa melakukan amal-amal kebajikan yang terbaik dunia dan akhirat. Aamiin.
Visi itu melihat jauh ke depan, sedang introspeksi itu melihat ke belakang. Berusahalah untuk menang dan maju, kita harus senantiasa berpikir dan bergerak ke depan, bukan menghardik keadaan dan menyalahkan masa lalu. Masa lalu adalah historis, arsip dan referensi untuk bekal melangkahkan kaki menuju kesuksesan.
Visioner adalah sebuah cara pandang yang dimiliki seseorang. Menurut KBBI, visioner adalah orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan. Seseorang yang visioner memiliki strategi yang tepat untuk langkah kedepannya. Selain itu, mereka dapat membaca potensi yang ada dan menyinergikannya. Seseorang yang visioner memiliki rencana-rencana yang tepat dalam mencapai tujuannya di masa depan.
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ Agama adalah nasihat. Agama adalah jalan untuk menuju kesuksesan dunia akhirat. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk berpikir Visioner, berfikir dan merenung jauh ke depan untuk masa depan kita nanti.
Orientasi agama, kita diajak berpikir tentang kematian dan juga akhirat, tentunya dimana kematian ini belum pernah kita jalani, dengan target dan harapan kematian yang tentunnya adalah husnul khatimah (sebuah kematian yang berakhir dalam kondisi yang baik atau diridhai Allah SWT).
Target ini tentunya harus jelas goal dan tujuannya. Kalau ada yang bertanya apakah kesuksesan itu? Dalam terminologi agama tentunya kesuksesan itu sesungguhnya tidak bisa diukur dalam keberhasilan duniawi belaka.
Karena kesuksesan versi agama untuk manusia itu sebenarnya adalah ujian, dimana ujian yang Allah Swt berikan kepada manusia baik didunia dan akhirat.
Misalnya kita punya jabatan yang mentereng, dihormati dan kagumi semua orang, tentunya belum tentu sukses dalam pandangan Allah Swt. Kita punya gelar berderet-deret, penghasilan pundi-pundi harta dan emas yang melimpah, rumah yang megah bagaikan istana, mobil yang mewah, suami ganteng istri yang cantik, anak-anak yang pandai dan lainnya, tentunya semuanya itu bukanlah tolak ukur kesuksesan yang sejati.
Kesuksesan sejati yang sesungguhnya adalah jikalau kita meraih derajat husul khatimah dalam pandangan Allah Swt. Ada pepatah mengatakan janganlah takut mati, takutlah setelah kematian. Tentunya balasan seperti apa yang akan Allah Swt berikan.
Kita juga diajak berpikir tentang alam Barzakh (alam antara sesudah mati dan hari kebangkitan,di alam ini manusia diberi nikmat jika ia beriman dan beramal saleh, sebaliknya jika ia adalah seorang yang kafir atau banyak berbuat dosa, akan mendapat siksa), yang membuat kita harus berhitung dan memikirkan bagaimana keadaan kita dialam sana nanti.
Apakah selama menunggu datangnya hari kiamat nanti kita dalam keadaan nyaman sentosa ataukah dalam keadaan celaka disebabkan perbuatan atau amal kita sendiri.
Kita juga diajak berhitung tentang Yaumul Hisab atau hari perhitungan amal nanti dan kita pun diajak berpikir tentang surga dan neraka, tempat tinggal terakhir kita nanti.
Goal kita tentunya adalah masuk surga, bersama keluarga, berjumpa dengan Allah Swt., bertemu dengan Rasulullah Saw tercinta.
Dalam hidup, tentunya kita harus balance. Tidak hanya urusan akhirat saja yang perlu kita pikirkan, namun juga urusan duniapun harus kita fikirkan, sebagai contoh bagaimana keadaan keluarga dan anak-anak kita jikalau kita meninggal terlebih dulu.
Dalam konteks ini karena Allah Swt. menghendaki kita meninggalkan mereka. Kita tidak ingin meninggalkan generasi yang lemah, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَا فُوْا عَلَيْهِمْ ۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوا قَوْلًا سَدِيْدًا
walyakhsyallaziina lau tarokuu min kholfihim zurriyyatang dhi'aafan khoofuu 'alaihim falyattaqulloha walyaquuluu qoulang sadiidaa
"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 9)
Jangan sampai setelah kita mati, keluarga dan anak-anak kita terlunta-lunta karena ditinggalkan oleh kita. Maka, penting bagi kita para orangtua untuk mempersiapkan dengan baik supaya anak-anaknya menjadi pribadi-pribadi yang sholih/shollihah, tangguh dan mandiri.
Demikianlah agama Islam mengajarkan kita untuk berpikir visioner. Orang yang beriman dan berilmu adalah orang yang memiliki pikiran jauh ke depan dengan harapan dunia gemilang akhirat cemerlang. Semoga Allah Swt. memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita menjadi hamba-hamba Allah yang mampu berpikir visioner yang tentunya senantiasa berjalan dengan agama Allah yang lurus. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin
Oleh : Dr. H.Mukh. Nursikin. M. SI
Dosen Pascasarjana UIN Salatiga
Editor : Muhammad Andi Setiawan